/ Dulu Hampir Menyerah Karena Dementia, Sekarang Gaji Edwin Anderson Tembus Ratusan Juta dari Rumah!
Bermula dari kasur tempatnya terbaring akibat skoliosis yang menyerang saraf tulang belakang, Edwin mulai memperhatikan apa yang dilakukan kakaknya. Remote working, gaji dolar, kerja dari mana pun, waktu fleksibel; itu semua terasa seperti dunia lain.
Namun, justru dari rasa rendah diri itu muncul tekad baru. “Kalau koko saya bisa, kenapa saya enggak?” ucapnya, mengingat momen titik balik tersebut.
Edwin mulai belajar front-end development dari nol. Kondisi dementia membuatnya otaknya pun tidak bisa bekerja optimal. Akan tetapi, berkat bimbingan sang kakak, ia fokus 3 bulan penuh. Tidak ada jalan pintas; hanya latihan, trial and error, dan niat untuk berubah.
Hasilnya? Di bulan keempat, ia berhasil mendapat kerja remote untuk perusahaan Amerika Serikat dengan gaji pertama mencapai Rp66 juta.
Kini, ia telah menjadi full stack developer dengan penghasilan rutin antara Rp140 - 150 juta per bulan. Ia punya impian: menjadi head developer, membeli rumah dan mobil impian, dan tetap punya waktu untuk orang tua.
“Dulu saya jaga toko pagi sampai malam. Sekarang bisa kerja sambil jalan-jalan sama keluarga,” ungkapnya.
Edwin tahu hidupnya tak akan berubah kalau ia berjalan sendiri. Ia punya kakak sebagai mentor, dan itulah yang menyelamatkannya. Kini, ia ingin meneruskan kebaikan itu.
Ia bergabung dengan Ahademy dan menginisiasi Web Programming Hack, kelas daring yang mengajarkan cara kerja remote sebagai web programmer untuk pasar global.
Dalam program ini, peserta bukan hanya diajari skill teknis. Mereka juga dibekali mindset, strategi, dan roadmap yang konkret terutama untuk mereka yang merasa hidupnya sedang gelap dan butuh harapan baru.
“Orang tua saya lulusan SMP. Saya sendiri sempat punya keterbatasan mental. Tapi saya punya mentor, dan saya nekat jalan terus,” ungkap Edwin. Ia yakin banyak orang di luar sana juga bisa, asal punya bimbingan yang tepat dan tidak menyerah saat materi terasa sulit.
Ia tahu rasa hancur. Ia tahu rasanya hidup tanpa harapan. Tapi ia juga tahu, bangkit itu mungkin.
“Ayo, teman-teman. Kalau saya yang hampir putus asa ini bisa bangkit, kamu juga pasti bisa. Mulailah dari satu langkah kecil,” pungkasnya menutup wawancara dengan Sekali Seumur Hidup.