/ Properti Tanpa Aset: Cara Ferry Reviandy Menyulap Ruang Kosong Jadi Mesin Uang
Di tahun 2011, Ferry adalah karyawan biasa dengan impian yang sangat umum: punya kos-kosan. Di bayangannya, properti itu akan memberinya penghasilan pasif tiap bulan tanpa perlu dijaga, dikelola, apalagi dipusingkan.
Namun kenyataannya? Jauh dari itu.
Setelah berhasil membeli satu unit dengan bantuan KPR, Ferry mulai menyewakannya. Tapi pemasukan dari penyewa justru habis untuk bayar cicilan, listrik, air, perbaikan, dan kebutuhan lain yang muncul silih berganti. Alih-alih untung, Ferry hanya mencicipi margin tipis yang tidak cukup untuk berkembang.
Lelah dengan model yang hanya berjalan di tempat, Ferry bertanya: Apakah harus punya properti sendiri untuk dapat penghasilan dari properti?
Di situlah titik balik dimulai.
Alih-alih membeli lebih banyak aset, ia mulai berpikir untuk memanfaatkan aset milik orang lain—dengan sistem bagi hasil. Ia menawarkan skema kerja sama kepada para pemilik ruko atau bangunan kosong yang tidak terpakai. Yang ia tawarkan bukan hanya penyewa, tapi manajemen profesional dan arus kas rutin.
Setelah banyak penolakan dan berbulan-bulan tanpa hasil, satu pemilik setuju. Dan dari situlah sistem bisnis baru lahir.
Ferry tidak lagi menyewakan kamar per bulan. Ia menyewakan meja per jam.
Working space yang ia kelola bisa menampung banyak penyewa dalam sehari. Ruang yang sebelumnya kosong jadi sibuk, produktif, dan menghasilkan. Pemilik properti senang karena bangunannya tidak terbengkalai, Ferry pun dapat keuntungan tanpa utang.
Modelnya simpel: pemilik properti siapkan tempat dan sedikit renovasi, Ferry kelola operasional. Profit dibagi sesuai kesepakatan.
Dalam waktu singkat, model ini terbukti lebih fleksibel dan adaptif dibandingkan kos-kosan tradisional.
Ketika pandemi melanda dan properti-properti konvensional lumpuh, bisnis Ferry justru tetap berjalan. Memang ada penurunan, tapi tidak drastis. Mengapa?
Karena klien working space-nya adalah para pelaku bisnis yang tetap butuh tempat kerja. Fleksibilitas sistem harian dan mingguan membuat ruang kerja bersama tetap relevan bahkan di tengah krisis.
“Bukan cuma ruang, yang saya tawarkan adalah sistem kerja yang bisa diakses siapa saja tanpa beban kepemilikan,” ujar Ferry.
Kini Ferry mengelola tiga brand working space di beberapa kota besar. Ia juga aktif mengembangkan sistem kemitraan dan pelatihan bisnis agar siapa pun bisa memulai bisnis properti tanpa harus memiliki properti.
Sistemnya bisa diikuti oleh karyawan, ibu rumah tangga, atau siapa pun yang ingin berbisnis properti tapi tidak punya modal besar. Dengan pendekatan kemitraan dan sistem arus kas, Ferry mengubah properti dari beban jadi peluang.
Di mata Ferry, properti bukan soal punya atau tidak. Tapi soal bagaimana cara menghasilkan dari properti itu.
“Banyak orang stuck karena mikir harus punya dulu baru bisa jalan. Padahal kalau kita mau berpikir lebih fleksibel, ada banyak jalan lain,” ujarnya.
Sementara banyak orang sibuk mencari modal besar, Ferry sibuk membangun sistem. Dan dari situlah semua mulai berubah.