/ Memperkuat Kondisi dan Potensi Karbon Biru Indonesia Melalui Forum Diskusi “Warung Kopi Karbon Biru” oleh CarbonEthics
Jakarta, 28 Oktober 2022 - Potensi karbon biru Indonesia menyumbang 17% dari cadangan karbon biru dunia. Sebagai bagian dari kekayaan sumber daya alam nasional, maka pengelolaan karbon biru perlu untuk diprioritaskan.
Jika penguatan pengelolaan karbon biru berjalan beriringan dengan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, maka ekosistem karbon biru Indonesia dapat berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sebesar 29% secara nasional dan 41% secara global pada tahun 2030 (G20, 2022), memperoleh pendapatan ekonomi minimal US$ 248 miliar atau sekitar Rp. 3.540 triliun melalui berbagai skema kredit karbon untuk Indonesia (CIDES Indonesia, 2021) dan pemberdayaan petani pesisir lokal.
Untuk memaksimalkan dan memanfaatkan dampak dari ekosistem karbon biru Indonesia, CarbonEthics menginisiasi acara forum tahunan “Warung Kopi Karbon Biru” yang berfokus pada peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kondisi dan potensi karbon biru di Indonesia.
Di tahun ketiga Warung Kopi Karbon Biru ini, CarbonEthics berupaya untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap isu-isu terkait tata kelola karbon biru di Indonesia melalui tema "Escalating the Readiness of Blue Carbon Project in Indonesia," yang diadakan pada tanggal 28 Oktober, 2022.
Sejak awal dilaksanakan di tahun 2020, Warung Kopi Karbon Biru telah menjadi jembatan komunikasi untuk menyelaraskan perspektif dan memetakan kepentingan masing-masing organisasi atau lembaga yang terlibat. Dari acara kegiatan ini tersusun rekomendasi terkonsolidasi dari pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan proyek karbon biru yang ada, yang meliputi pemerintah, perusahaan sosial, dan LSM.
Peserta yang menghadiri kegiatan Warkop Karbon Biru di tahun ini antara lain Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, United Nations Development Programme (UNDP), Alcott Group, Conservation International, Forest Carbon, Indonesia Commodity and Derivative Exchange (ICDX), Yayasan David & Lucile Packard, RARE Indonesia, South Pole, Wildlife Works, WRI Indonesia, dan Yayasan Pesisir Lestari.
Acara Warkop Karbon Biru dibuka dengan keynote speech yang dibawakan oleh Andreas Hutahaean, Ph.D., Wakil Direktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Dengan topik “From Mangrove Restorations Toward Carbon Pricing”, Andreas menyebutkan bahwa pada tahun 2020-2024 laut dan lahan basah menjadi sektor prioritas baru Indonesia yang berperan sebagai solusi berbasis alam untuk beradaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
“Ekosistem karbon biru berpotensi mendukung komitmen Indonesia terhadap Net Zero Emission,” kata Andreas. “Rehabilitasi mangrove, sebagai bagian dari ekosistem karbon biru, dapat berkontribusi pada penurunan emisi karbon dari sektor Pertanian, Hutan, dan Penggunaan Lahan Lain.”
Dia lebih lanjut menguraikan dalam pidatonya tentang hubungan antara penetapan harga karbon dan manfaat non-karbon menggunakan Standar Iklim, Komunitas, dan Keanekaragaman Hayati - standar yang secara bersamaan berfokus pada penanganan perubahan iklim, mendukung masyarakat lokal dan petani kecil, dan melestarikan keanekaragaman hayati (Climate Standards, 2022).
Diskusi forum acara ini menjadi dua ruang diskusi: “Institutional and System Challenges" dan “Implementation Challenges.” Ruang diskusi pertama – difasilitasi oleh Rizky Januar dari World Research Institute (WRI) Indonesia – membahas tren dan situasi politik terkini terkait tata kelola karbon biru mulai dari mekanisme kebijakan untuk memungkinkan proyek karbon biru, skema tata kelola yang ideal (kelembagaan dan otoritas proyek karbon biru) di Indonesia, dan skema kebijakan pembiayaan. Beberapa organisasi terkenal yang terlibat dalam ruang diskusi ini termasuk Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Alcott Group, Indonesia Commodity and Derivative Exchange (ICDX), RARE Indonesia, Wildlife Works, World Research Institute (WRI) Indonesia.
Ruang diskusi kedua yang difasilitasi oleh Barakalla Robyn dari Yayasan Pesisir Lestari membahas terkait permasalahan seputar implementasi proyek karbon biru di Indonesia. Secara umum ruang diskusi ini membahas tiga topik utama seperti project set-up dan Standardization for Measurement, Reporting and Verification (MRV) Instruments yang berlaku, opsi pembiayaan, implementasi proyek karbon biru di kawasan non-hutan (area penggunaan lain) dan penerima manfaat akhir untuk proyek karbon biru berbasis masyarakat. Peserta yang termasuk dalam ruang diskusi ini adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Alcott Group, Conservation International, Forest Carbon, Yayasan David & Lucile Packard, South Pole, dan United Nations Development Programme (UNDP).
Bahasan utama yang didiskusikan di kedua ruang diskusi tersebut adalah pentingnya edukasi tentang karbon biru di tingkat akar rumput dan penerapan kebijakan karbon biru dari pemerintah.
Minimnya edukasi iklim membatasi keterlibatan masyarakat lokal dalam proyek karbon biru. Sampai saat ini, tidak ada data yang mencatat jumlah penduduk setempat yang ditugaskan sebagai pemrakarsa proyek. Padahal melibatkan pemimpin lokal terkemuka dalam proyek karbon dapat meningkatkan pembangunan kapasitas dan meningkatkan rasa memiliki di antara masyarakat. Selain itu, keterlibatan masyarakat lokal dapat membuat mereka menerima manfaat secara langsung melalui proyek karbon terkait.
Oleh karena itu, penerapan mekanisme dari bawah ke atas diperlukan untuk memajukan proyek karbon biru yang inklusif. Mekanisme bottom-up terdiri dari 1) peningkatan kapasitas bagi masyarakat lokal sebagai cara bagi mereka untuk berpartisipasi dan mendiskusikan kebijakan pengelolaan karbon biru dan 2) pemerintah yang kolaboratif dalam menetapkan dan menerapkan kebijakan karbon biru yang inklusif.
Selanjutnya, pelaksanaan pendalaman keuangan (financial deepening) menjadi rekomendasi yang diajukan mengenai skema pendanaan karbon biru untuk konservasi mangrove. Selain itu perlu juga dicanangkan aksi kolaboratif antara pemerintah dengan fintech atau security crowdfunding.
Diskusi yang kondusif dan interaktif mengisi ruang acara Warkop Karbon Biru dilaksanakan. CarbonEthics berharap diskusi dan rekomendasi yang terkumpul dalam acara ini dapat membantu sektor pemerintah, swasta dan publik memperkuat ekosistem karbon biru Indonesia. CarbonEthics juga berharap acara diskusi seperti ini dapat mendorong individu untuk mengadvokasi konservasi karbon biru.