/ Bersama Menyelamatkan Industri Baja Nasional sebagai Pondasi Pembangunan Indonesia
Pasalnya, Industri baja nasional merupakan pondasi strategis pembangunan menuju Indonesia Emas 2045. Baja berperan vital dalam berbagai sektor pembangunan, di antaranya dalam mendukung proyek strategis nasional, ketahanan energi dan teritorial, proyek manufaktur dan hilirisasi mineral, pembangunan perumahan (program 3 juta rumah), industri otomotif dan transportasi, hingga pertahanan dan keamanan nasional.
Sebagai industri strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak, penguasaan sektor baja oleh negara sejatinya memiliki landasan konstitusional sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 2, yaitu “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara” dan pasal 33 ayat 3, yaitu “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Dengan demikian, intervensi pemerintah terhadap industri baja bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan konstitusional.
Tantangan Industri Baja Domestik Hingga Global
Secara statistik, kebutuhan baja di Indonesia terus meningkat. Hal ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang sehat. Namun, industri baja nasional masih menghadapi tekanan dari produk impor. Sekitar 40–55% kebutuhan baja nasional masih dipenuhi oleh impor, atau setara dengan nilai 80 triliun rupiah per tahun. Utilisasi kapasitas industri baja Indonesia saat ini masih di bawah 57%, jauh dari standar ideal sebesar 80%. Hal ini menandakan bahwa sebenarnya produk impor sebenarnya masih mampu diproduksi di dalam negeri.
“Berdasarkan pengalaman Krakatau Steel dalam mencari mitra kerja sama, hal pertama yang selalu mereka tanyakan adalah bagaimana proteksi baja impor di Indonesia, karena jika proteksi tidak kuat, mereka lebih memilih impor ke Indonesia dibandingkan dengan berinvestasi di Indonesia,” terang Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Akbar Djohan saat melakukan pemaparan pada RDP dengan Komisi VI DPR RI (30/9).
Dalam skala global, industri baja saat ini menghadapi tekanan besar akibat oversupply dari Tiongkok. Negara tersebut meningkatkan ekspor baja sebagai upaya menekan kelebihan pasokan domestik, sehingga mendorong penurunan harga dan margin industri baja dunia. Ekspor baja Tiongkok meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2022 hingga 2024, yaitu dari 67 juta ton per tahun menjadi 117 juta ton per tahun hingga akhir 2024. Angka ini menunjukkan kurang lebih 53% ekspor dilakukan Tiongkok ke negara berkembang khususnya ke negara Asia atau sebesar 40 – 48 juta ton per tahun.
Belajar dari Industri Baja Internasional
Pemerintah Indonesia saat ini baru menerapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk Hot Rolled Plate (HRP) dan Hot Rolled Coil (HRC). Namun, produk Cold Rolled Coil (CRC) dan baja hilir masih minim proteksi jika dibandingkan,dengan beberapa negara yang telah menerapkan proteksi tarif impor yang kuat. Negara-negara tetangga dalam lingkup ASEAN seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, juga Uni Eropa telah menerapkan tarif impor setidaknya 20% untuk produk baja domestiknya. Amerika Serikat bahkan menerapkan tarif impor 265,79% untuk CRC dan 137,76% untuk produk baja hilir.
Paradigma persaingan industri baja global kini bukan lagi antara perusahaan berhadapan dengan perusahaan, melainkan antara kebijakan Pemerintah berhadapan dengan kebijakan Pemerintah dalam melindungi industri baja dalam negerinya. Oleh karena itu, Indonesia perlu segera memperkuat instrumen proteksinya. Dengan dukungan kebijakan Pemerintah dan restrukturisasi keuangan, Krakatau Steel Group optimis mencatat pertumbuhan yang lebih baik.
Program Penyehatan dan Dukungan yang Diharapkan
Krakatau Steel menetapkan tiga inisiatif strategis dalam program penyehatan. Pertama, yaitu membangun bisnis core steel yang sustainable dengan melakukan penguatan pada fasilitas produksi Hot Strip Mill (HSM) dan Cold Rolling Mill (CRM), hingga efisiensi biaya menyeluruh untuk meningkatkan daya saing. Kedua, melakukan pengembangan bisnis infrastruktur dan downstream, di antaranya pengembangan kawasan industri dan fasilitas penunjang hingga optimalisasi hilirisasi produk baja. Dan yang ketiga, yaitu restrukturisasi keuangan, di antaranya dukungan pendanaan modal kerja dari Danantara hingga restrukturisasi utang Perseroan.
Untuk memperkuat industri baja domestik membutuhkan dukungan dari berbagai pihak di antaranya:
1. Restrukturisasi Utang & Modal Kerja
Penyediaan modal kerja untuk keberlangsungan operasi Krakatau Steel.
2. Pengendalian Tata Niaga Impor
Impor baja hanya dilakukan bila kebutuhan tidak dapat dipenuhi produsen dalam negeri.
3. Perlindungan Pasar Baja Domestik
Percepatan penerapan instrumen proteksi berupa BMAD, safeguard melalui Bea Masuk Imbalan (countervailing duty), hingga Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)
4. Hilirisasi dan Sinergi Industri
Dukungan pengembangan hilirisasi baja untuk industri perkapalan, alat militer, transportasi, serta program 3 juta rumah.
5. Percepatan Recovery Krakatau Steel
Menjadikan Krakatau Steel Group sebagai “One Stop Services” rantai pasok baja nasional melalui kolaborasi dengan swasta hingga koperasi.
Komisi VI DPR RI menyambut positif hingga turut berkomitmen dalam upaya mengembalikan kedaulatan industri baja nasional. Pihaknya mengakui begitu banyak tantangan dan peluang yang dihadapkan industri baja di hulu hingga ke hilir yang perlu diselesaikan bersama, khususnya Krakatau Steel Group yang menjadi tumpuan industri baja nasional.
Adapun dukungan yang disetujui oleh Komisi VI DPR RI di antaranya terkait pelaksanaan dan percepatan restrukturisasi utang dan penyediaan modal kerja oleh Danantara sebesar USD500 juta yang akan diberikan secara bertahap untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk operasional Perusahaan, pengendalian tata niaga impor, percepatan penerapan instrument perlindungan pasar baja domestik, pelaksanaan hilirisasi produk baja melalui sinergi dengan berbagai industri terutama dalam mendukung Asta Cita, menjadikan Krakatau Steel Group sebagai one stop services sebagai kepanjangan tangan Pemerintah Indonesia, hingga mengadakan rapat kerja atau konsinyering dengan Danantara, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, para pelaku industri baja nasional, hingga industri lainnya yang masih berkaitan dengan upaya penyelamatan industri baja nasional.
“Semua anggota Komisi VI DPR RI mendukung upaya perbaikan untuk Krakatau Steel sebagai industri baja nasional ini bisa lebih maju lagi, dan ini sangat erat kaitannya dengan kebijakan-kebijakan Pemerintah yang harus terus kita dorong,” jelas Pimpinan Rapat Dengar Pendapat / Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Adisatrya Suryo Sulisto.
Direktur Utama Krakatau Steel Akbar Djohan mengapresiasi dukungan yang diberikan oleh Komisi VI DPR RI sebagai semangat baru bahwa pihak legislatif memberikan atensi yang luar biasa terhadap kebangkitan Krakatau Steel beserta industri baja nasional. “Tidak ada satu pun negara besar di dunia yang tidak memiliki industri baja yang kuat, sehingga kami bertekad mati-matian membuktikan janji kami yaitu memberikan keuntungan di tahun ini bahkan tahun-tahun berikutnya akan menjadi kenyataan,” tutup Akbar Djohan yang juga menjabat sebagai Chairman ALFI/ILFA (Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia) serta Chairman IISIA (Indonesia Iron & Steel Industry Association).
Lebih lanjut, inisiatif tersebut adalah bagian dari kemajuan/kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dan hal ini bagian dari ASTA CITA Presiden Prabowo Subianto.