/ Strategi Penguatan Industri Baja: Berkaca dari Ekosistem International
Demi mengoptimalkan peluang ini, strategi perlindungan menyeluruh dinilai sangat penting agar industri dalam negeri dapat berdiri kokoh dan menjadi pilar kemandirian ekonomi nasional.
AS Terapkan Proteksi Menyeluruh
Amerika Serikat memperkuat kebijakan proteksi industri baja dengan memperluas cakupan Section 232 dari Trade Expansion Act of 1962. Sejak Agustus 2025, Washington menambahkan 407 subpos HS baru dengan tarif 50 persen, mencakup tidak hanya baja dasar, tetapi juga produk turunan hingga barang jadi berbasis baja seperti suku cadang otomotif, peralatan rumah tangga, dan komponen kelistrikan.
Langkah ini menutup celah impor yang sebelumnya dimanfaatkan eksportir dengan mengalihkan ekspor baja menjadi produk hilir. Presiden AS saat itu, Donald Trump, menegaskan kebijakan ini sebagai strategi “Total Defense” demi menjaga kemandirian industri baja domestik.
India Agresif Terapkan Trade Remedies
Pengamat industri baja dan pertambangan Widodo Setiadharmaji memberikan gambaran pelajaran berharga dari negara India yang menunjukkan bagaimana instrumen trade remedies digunakan secara agresif untuk melindungi industri baja dalam negerinya. Widodo menyebutkan bahwa Directorate General of Trade Remedies (DGTR) telah merampungkan penyelidikan safeguard terhadap impor non-alloy dan alloy steel flat products, dengan rekomendasi bea masuk pengamanan selama tiga tahun sebesar 12%, 11,5%, dan 11%.
Safeguard ini diarahkan pada lonjakan impor dari produsen besar dunia seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam yang dinilai menekan produsen baja domestik India. Namun, Indonesia justru dikecualikan dari pengenaan safeguard karena pangsa impornya di bawah 3%, sehingga peluang ekspor baja Indonesia ke India semakin terbuka.
Widodo menambahkan bahwa India juga berpengalaman dalam memperlihatkan kecepatan pemerintahnya dalam mengambil tindakan. Contohnya, petisi safeguard yang diajukan pada Desember 2024 hanya memakan waktu tiga bulan untuk pemerintah India efektif dalam memberlakukan provisional safeguard duty sebesar 12%, dan pada Agustus 2025 DGTR mengeluarkan keputusan final. Sehingga mekanisme ini memastikan industri tidak dibiarkan menunggu terlalu lama tanpa perlindungan.
Dalam penerapannya di Indonesia, Widodo menjelaskan bahwa KADI perlu mempertimbangkan penerapan provisional antidumping duty. Tanpa langkah ini, penyelidikan yang panjang berisiko membuat produsen nasional terlebih dahulu mengalami kerugian besar, yang pada akhirnya dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk terus beroperasi.
Indonesia Perlu Adopsi Strategi Serupa
Direktur Utama Krakatau Steel, Muhamad Akbar Djohan, menilai strategi Amerika Serikat layak dijadikan rujukan bagi Indonesia. Menurutnya, industri baja nasional masih menghadapi tekanan dari membanjirnya produk impor, baik baja maupun barang jadi berbasis baja, yang lebih murah dibandingkan produksi lokal.
“Indonesia belum memiliki kebijakan tarif yang secara tegas menahan arus barang jadi berbasis baja. Akibatnya, industri hulu kehilangan pasar, sementara industri hilir kesulitan tumbuh,” ujar Akbar Djohan.
Ia menekankan perlunya strategi proteksi menyeluruh yang mencakup seluruh rantai nilai industri baja, agar pasar domestik tidak terus tergerus oleh barang impor berbiaya rendah.
Baja sebagai Fondasi Nasional
Akbar Djohan menegaskan bahwa baja harus dipandang sebagai komoditas strategis, bukan sekadar industri dasar. “Baja adalah tulang punggung pembangunan, menopang sektor otomotif, energi, infrastruktur, hingga pertahanan. Tanpa kemandirian baja, sulit bagi Indonesia mencapai visi Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Menurutnya, pembelajaran dari Amerika Serikat jelas: proteksi tidak bisa berhenti pada produk hulu, tetapi juga harus mencakup barang jadi untuk memastikan industri baja tumbuh sehat dari hulu hingga hilir.
Dengan strategi total defense, Indonesia dapat memperkuat daya saing industri nasional, menciptakan kemandirian pasok, serta melindungi kepentingan strategis jangka panjang.
Penguatan Baja dan Asta Cita Pemerintah
Akbar Djohan menambahkan, penguatan industri baja sejalan dengan Asta Cita pemerintah yang menargetkan kemandirian ekonomi dan industrialisasi. Baja, menurutnya, menjadi prasyarat penting untuk mendorong hilirisasi, memperluas kesempatan kerja, dan memperkuat daya saing global.
“Asta Cita tidak akan tercapai bila fondasi industrinya rapuh. Baja harus diperkuat agar pembangunan infrastruktur dan manufaktur memiliki penopang yang kokoh,” jelasnya.
Dengan melindungi industri baja, pemerintah sekaligus memastikan keberlanjutan visi pembangunan jangka panjang yang inklusif dan berdaya saing.
Strategi Penguatan Bisnis Krakatau Steel
Sebagai upaya penguatan industri baja dalam negeri ini PT Krakatau Steel (Persero) Tbk telah melakukan penguatan bisnis. Krakatau Steel menegaskan kesiapannya untuk menjadi mitra utama dalam penyediaan baja nasional.
"Perusahaan siap memenuhi permintaan baja dalam skala besar, mulai dari proyek infrastruktur strategis hingga kebutuhan industri pertahanan nasional," Akbar Djohan menambahkan.
Dukungan ini mencakup penyediaan baja bagi dua BUMN penting dalam ekosistem pertahanan, yakni PT PAL Indonesia dan PT Pindad (Persero).
Dengan rekam jejak sebagai pemasok utama baja untuk berbagai proyek besar dalam negeri, Krakatau Steel terus meningkatkan efisiensi dan daya saing melalui berbagai inisiatif . Hal ini terbukti dari tahun ini Ks telah melakukan ekspor produk HRC ke Eropa dan Australia dengan total tonase sebesar 10.721 tons