/ Kebijakan Golden Share AS Jadi Momentum Perkuat Kedaulatan Industri Baja Nasional
Langkah pemerintahan Donald Trump pada 12 Juni 2025 yang mewajibkan adanya golden share bagi negara dalam proses akuisisi US Steel oleh Nippon Steel Jepang senilai US$14,9 miliar, menandai pergeseran paradigma global. Kebijakan ini menegaskan bahwa peran negara sangat vital dalam mengendalikan arah industri strategis seperti baja.
"Langkah AS itu mencerminkan sebuah titik balik. Negara yang selama puluhan tahun menjadi kampiun pasar bebas, kini merasa perlu menjadi pemain aktif untuk menjaga kepentingan nasionalnya," ujar Widodo Setiadharmaji di Jakarta.
Dalam kasus US Steel, golden share bukan sekadar simbol, melainkan instrumen hukum dalam kerangka National Security Agreement (NSA) yang memberikan hak veto kepada Presiden AS. Hak veto ini mencakup penolakan terhadap keputusan strategis, seperti mengubah komitmen investasi, memindahkan kantor pusat, merelokasi produksi, hingga menutup fasilitas vital di AS. Melalui skema ini, AS memastikan arah perusahaan tetap sejalan dengan kepentingan nasional meskipun kepemilikan mayoritas beralih ke pihak asing.
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk/KS Groupyang dipimpin Akbar Djohan sebagai Direktur Utama dimana merupakan BUMN di sektor baja memandang fenomena ini sangat relevan bagi Indonesia bagi bisnis maupun meningkatkan kesejahteraan Rakyat Indonesia. KS Group sendiri terdapat beberapa pelajaran penting yang dapat ditarik:
Afirmasi Sektor Strategis: Kasus ini menegaskan bahwa industri baja memiliki peran vital yang melampaui kepentingan bisnis, karena terkait langsung dengan infrastruktur, manufaktur, dan pertahanan.Instrumen Kontrol Efektif:Golden share terbukti menjadi alat hukum yang kuat bagi negara untuk mengontrol keputusan perusahaan tanpa harus memiliki saham mayoritas.Pelengkap Peran BUMN: Kebijakan ini menawarkan alternatif bagi Indonesia, karena Negara dapat memiliki kendali pada entitas swasta strategis tanpa menanggung beban kepemilikan penuh.
"Indonesia sebenarnya telah memiliki instrumen serupa, yaitu Saham Seri A Dwiwarna. Namun, implementasinya perlu dioptimalkan dan diperkuat kerangka hukumnya agar benar-benar efektif," tambah Widodo.
Widodo Setiadharmaji sepakat bahwa sudah saatnya Indonesia mempertimbangkan secara serius perpaduan antara penguatan BUMN dan penggunaan instrumen hukum seperti golden share secara lebih sistematis. Tanpa kehadiran negara yang kuat dan instrumen kendali yang efektif, kedaulatan industri hanya akan menjadi wacana dan cita-cita menjadikan baja sebagai tulang punggung pembangunan nasional akan sulit terwujud.
(***)