/ Hadapi Deindustrialisasi, PB HMI Desak Pemerintah Perkuat Industri Baja Nasional
Sekretaris Jenderal PB HMI, Muh Jusrianto, menyatakan keprihatinannya terhadap gejala deindustrialisasi prematur yang dialami Indonesia. Ia menyoroti penurunan signifikan kontribusi sektor industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang anjlok dari sekitar 32 persen pada tahun 2002 menjadi hanya 18,98 persen pada tahun 2024.
"Itu disebabkan karena masih lemahnya produksi baja dalam negeri. Sebagaimana catatan Kemenperin, kapasitas produksi baja nasional saat ini hanya mencapai sekitar 17 juta ton per tahun, sementara kebutuhan domestik diperkirakan mencapai 21 juta ton pada 2025," ujar Muh Jusrianto di Jakarta (7/6/2025).
Menurutnya, kesenjangan antara produksi dan kebutuhan ini menciptakan ketergantungan tinggi pada produk impor. Kondisi ini diperparah oleh banjirnya impor baja murah, terutama dari Tiongkok, yang sangat menekan produsen dalam negeri.
"Apalagi dengan penerapan kebijakan tarif tinggi untuk impor baja di Amerika Serikat, produsen baja dari China mencari pasar alternatif, termasuk Indonesia. Arus impor ini menyebabkan industri baja nasional belum sepenuhnya mandiri dan tetap rentan terhadap fluktuasi harga dan pasokan global," imbuhnya.
Menghadapi tekanan tersebut, Jusrianto menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki pilihan selain memperkuat ketahanan industri melalui pendekatan sistemik. Ia menyerukan penyusunan sebuah "peta jalan industri baja nasional" yang mengintegrasikan kebijakan perdagangan, energi, investasi, dan teknologi.
"Kita berharap sebelum satu tahun masa jabatan presiden Prabowo Subianto, ada atensi khusus dari pemerintah dengan adanya proteksi dini terhadap industri baja. Tujuannya agar produksi baja nasional ke depannya bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga diekspor untuk memasok kebutuhan global," tuturnya.
Lebih lanjut, Jusrianto menekankan pentingnya kehadiran negara sebagai aktor strategis. Ia mengusulkan serangkaian kebijakan konkret, seperti "pemberlakuan safeguard dan antidumping untuk melindungi pasar domestik, insentif fiskal dan pembiayaan untuk pelaku industri dalam negeri, serta pembangunan ekosistem industri hulu-hilir yang terintegrasi."
Sebagai pilar utama, PB HMI mendorong dukungan penuh bagi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk yang dipimpin Akbar Djohan sebagai Direktur Utama. Menurut Jusrianto, BUMN ini perlu mendapatkan intervensi pemerintah, misalnya melalui suntikan modal dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau Danareksa.
"Tidak kalah penting, sinergi antara BUMN strategis seperti Krakatau Steel dengan swasta nasional harus terus ditingkatkan. Perlu juga dilakukan improvement yang berkesinambungan di dalam tubuh Krakatau Steel agar tidak merugi lagi puluhan triliun seperti yang pernah terjadi," tegasnya.
Sebagai penutup, PB HMI mengharapkan pemerintah untuk bertindak sebagai fasilitator, pelindung, dan pendorong kemajuan industri baja. Diharapkan Krakatau Steel mampu menjadi garda terdepan dalam mewujudkan kemandirian dan daya saing industri baja sebagai bagian integral dari agenda reindustrialisasi nasional. (***)