/ Adopsi Pembiayaan Hijau: Peluang dan Tantangan bagi Perusahaan
Webinar Green Skilling ke-15 yang bertajuk “Mengadopsi Pembiayaan Hijau untuk Masa Depan Berkelanjutan: Peluang dan Tantangan Perusahaan” berhasil diselenggarakan oleh LindungiHutan (20/2/2025). Menghadirkan narasumber utama Faiqa Fitriani perwakilan dari Tim ESG Solutions SMBCI.
Faiqa Fitriani menjelaskan bahwa pembiayaan hijau serupa dengan skema pembiayaan konvensional, namun khusus ditujukan untuk proyek-proyek yang menjawab isu lingkungan.
Instrumen pembiayaan hijau beragam, mulai dari obligasi hijau (green bond), SDG bond, pinjaman hijau (green loan), hingga sustainability-linked loan (SLL). Instrumen ini bertujuan mendukung sektor-sektor keberlanjutan seperti energi terbarukan, efisiensi energi, dan pembangunan ramah lingkungan (green building).
“Dukungan terhadap energi terbarukan dan efisiensi energi pada akhirnya dapat menurunkan emisi, sektor green building khusus proyek atau aset yang ramah lingkungan,” tambahnya.
Faiqa juga menyoroti perkembangan tren pembiayaan hijau di Indonesia. Di Indonesia, penerapan pembiayaan hijau terus berkembang sejak 2018, terutama melalui green loan dan sustainability-linked loan (SLL).
Menariknya, permintaan terhadap SLL kini lebih meningkat dibandingkan green loan, berkat insentif dari kreditur bagi debitur yang mencapai target keberlanjutan yang ditetapkan sebelumnya.
Banyak perusahaan dan lembaga keuangan yang mulai menerapkan sustainable finance, baik sebagai bentuk kepatuhan terhadap regulasi maupun sebagai strategi peningkatan reputasi perusahaan.
“Perbankan, lembaga jasa keuangan, serta beberapa perusahaan terbuka diwajibkan untuk menjalankan sustainable finance. Salah satunya demi kepatuhan terhadap regulasi, meningkatkan reputasi perusahaan, menunjukkan komitmen perusahaan ke arah sustainability, serta peningkatan suplai ke perusahaan sustainable finance,” jelas Faiqa.
Meski menjanjikan manfaat jangka panjang, implementasi pembiayaan hijau juga menghadapi berbagai tantangan, terutama dari segi biaya awal yang relatif tinggi.
“Biaya awal cukup besar, tetapi ketika melihat jangka panjang justru bisa mengefisiensikan pengeluaran perusahaan,” ujarnya.
Selain itu, kesadaran dari masyarakat dan internal perusahaan terhadap sustainable finance masih tergolong rendah karena konsep ini tergolong baru dan berkembang.
Salah satu aspek utama yang membedakan pembiayaan hijau dengan skema konvensional adalah perlunya perusahaan memiliki kerangka kerja (framework) yang jelas terkait penggunaan dana, tata kelola yang baik agar dana digunakan sesuai dengan peruntukannya, serta kewajiban melakukan pelaporan setidaknya sekali dalam setahun.
“Perusahaan harus memiliki framework yang menjelaskan penggunaan dana, tata kelola untuk memastikan kepatuhan, serta pelaporan tahunan untuk transparansi,” pungkasnya.