/ Pelaku Usaha Konveksi Tas Keluhkan Membanjirnya Tas Impor
Industri konveksi tas lokal di Indonesia tengah menghadapi tantangan berat akibat membanjirnya produk tas impor di pasar domestik. Para pelaku usaha, terutama di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), mengeluhkan sulitnya bersaing dengan produk impor yang harganya jauh lebih murah. Kondisi ini tidak hanya memukul omzet mereka, tetapi juga mengancam kelangsungan bisnis yang telah lama menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional.
Salah satu pengusaha konveksi tas di Bandung, Husna (35), yang telah menggeluti usaha ini selama lebih dari 10 tahun di Bandung, mengaku bahwa penjualan produknya mengalami penurunan drastis dalam beberapa tahun terakhir. "Sejak masuknya produk tas impor, apalagi yang dijual di platform online dengan harga sangat murah, kami makin sulit menjual produk lokal. Padahal kualitas tas lokal tidak kalah dengan buatan luar negeri," ungkapnya.
Andi menjelaskan bahwa banyak tas impor, terutama dari China, dijual dengan harga yang tidak masuk akal. Tas-tas tersebut dibanderol dengan harga mulai dari Rp50 ribu hingga Rp150 ribu, jauh di bawah harga produksi tas lokal. Ia menduga harga murah tersebut akibat skala produksi besar-besaran dan subsidi pemerintah negara asal.
Senada dengan Andi, Ketua Asosiasi Pengusaha Konveksi Indonesia (APKI), Haryanto, menyebutkan bahwa masalah ini harus segera ditangani. "Kita tidak melarang impor, tetapi harus ada pengawasan ketat. Produk impor yang masuk seharusnya memenuhi standar dan tidak merugikan pelaku usaha lokal. Selain itu, ada indikasi banyak produk yang masuk secara ilegal tanpa membayar bea masuk," tegas Haryanto.
Fenomena ini juga diperparah dengan maraknya marketplace online yang menjadi wadah utama peredaran produk impor. Para pelaku usaha lokal merasa kalah bersaing karena keterbatasan modal dan akses teknologi. Tas impor yang dijual langsung oleh distributor asing di platform digital sering kali mengabaikan ketentuan pajak dan regulasi perdagangan Indonesia.
Sementara itu, pemerintah diharapkan dapat segera mengambil langkah konkret untuk melindungi industri dalam negeri. Salah satunya dengan memperketat pengawasan impor dan memberikan insentif kepada pelaku usaha lokal. "Pemerintah bisa memperketat regulasi terkait perdagangan online serta meningkatkan kampanye penggunaan produk lokal, seperti Gerakan Bangga Buatan Indonesia," ujar ekonom Universitas Indonesia, Rini Santoso.
Di sisi lain, para pelaku usaha lokal juga dituntut untuk terus berinovasi agar tetap bisa bersaing di pasar. Hal ini termasuk peningkatan desain produk, efisiensi proses produksi, hingga memanfaatkan pemasaran digital untuk menjangkau konsumen yang lebih luas.
Meski situasi ini terbilang sulit, beberapa pelaku usaha optimistis dapat bertahan dengan berkolaborasi bersama komunitas lokal. "Kami coba bangun jaringan antar-pengusaha untuk berbagi ilmu dan strategi pemasaran. Harapannya, kami bisa bersaing secara sehat dengan produk impor," kata Rina, salah satu pelaku UMKM di Yogyakarta.